Selasa, 13 Mei 2014


oleh ; Kurniati

post; Iqsan



Munculnya Muluk Ath-Thawaif (dinasti-dinasti kecil), di karenakan pada saat terjadinya kemunduran islam di spanyol, karena pada saat itu kekuatan para khalifah terpecah-pecah dan melemah, dengan peluang inilah para penguasa provinsi pusat mempertahankan eksistensinya dengan cara membentuk dinasti-dinasti kecil, yang di bantu oleh orang-orang Kristen.
            Muluk Al-Thawaif di Spanyol, sebagian mencerminkan Arag asli seperti Abbadiyah (1013-1091 M) di sevilla dan Hudiyyah (1039-1142 M) di Saragosa. Barbar seperti Miknasa Afthasiyyah (1022-1094 M) di badajos, Hawwarah Dzununiyah (1028-1085 M) di Toledo dan Hammudiyah (1016-1035 M) di Malaga. Sebagian lain dari Afrika yang migrasi sekitar abad ke-10 M serperti Sanhaja Berber Ziriyyah di Elvira, kelompok Amiriyah dan Al-Manshuriyyah (1021-1096 M) di Valenci. Tempat-tempat tertentu di Tenggara seperti Tortosa, Denia dan sebelumnya juga di Valencia, para militer keturunan Shaqlaby berkuasa untuk beberapa lama di daerah-daerah tersebut.
Sebagian besar dari mereka menjalankan agresivitasnya dengan cara-cara mengabaikan kesatuan sesame muslim, dan dengan mengorbankan tetangga-tetangga mereka sendiri. Abbadiyah misalnya, dalam rangka mengembangkan sayap kekuasaannya, tidak segan-segan menduklung kembali Hisyam Al-Muayyad II khalifah yang sudah digantikan untuk memimpin kembali. Bahkan ada sebagian kelompok meminta pertolongan kepada kerajaan Kristen, Alfonso VI untuk menyerang kelompok muslim lainnya







A.    Munculnya Muluk Ath-Thawaif
Munculnya Muluk Ath-Thawaif (dinasti-dinasti kecil). Secara politis telah menjadi indikasi akan kemunduran islam di Spanyol, karena dengan terpecahnya kekuasan khalifah menjadi dinasti-dinasti kecil, kekuatan pun terpecah-pecah dan lemah. Keadan ini membuka peluang bagi penguasa provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-masing dinasti menggerakkan segala daya upaya termasuk meminta bantuan orang-orang Kristen.[1]
Melemahnya kekuasaan islam secara politis telah dibaca oleh orang-orang Kristen dan tak disia-siakan oleh pihak musuh untuk menyerang imperium tersebut, pada tahun 1080 M. Al-Fonso dengan tiga kerajaan Kristen ( Galacia, Leon, Castile ) berhasil menguasai Toledo dan bani Dzu An-Nur. Demikian juga, kerajaan Kristen Aragon berhasil merebut Huesea (1096 M),  Saragosa (1118 M), Tyortosa (1148 M), dan Kenida (1149 M).
Pada tahun 1212 M, penaklukan Las Navas De Tolosa oleh koalisasi raja-raja Kristen mengakibatkan Dinasti Al-Muhawiddin yang selama beberapa waktu telah memulihkan keamanan Negara, stabilitas politik, dan lain-lain harus menraik diri dari Spanyol. Sebagian besar kota penting yang dikuasai Islam satu per satu jatuh ke pihak Kristen. Crodova jatuh tahun 1236 M, dan Seville pada tahun 1248 m.[2]
Pada pertengahan abad ke-13, satu-satunya kota penting yang masih dikuasai Islam adalah Granada di bawah pemerintahan Gani Ahmar. Awalnya, orang-orang Kristen membiarkan Dinasti Ahmar di Granada tetap eksis dengan persetujuan bahwa orang muslim harus membayar pajak pada penguasa Kristen. Akan tetapi, setelah terjadi perselisihan antara mereka dan telah bersatunya orang-orang Kristen, proyek kekuasan Dinasti Ahmar menjadi gelap. Di pihak lain terjadi konflik internal di tubuh Ahmar, yakni perebutan kekuasaan yang berakhir perang saudara dan dinasti menjadi terpecah. Sejak saat itu, kekuatan islam semakin lemah dan semakin mempercepat tamatnya riwayat umat Islam Spanyol. Pada tahun 1942, satu-satunya wilayah Islam di Spanyol akhirnya jatuh ke tangan orang Kristen .
Setelah penaklukan Granada, orang-orang islam mengalami nasib yang sangat menyedihkan. Pada tahun 1556, penguasa Kristen melarang pakaian Arab dan Islam di seluruh wilayah Spanyol, bahkan pada tahun 1556, bahasa arab tidak boleh di gunakan wilayah ini.[3]
Ø     Macam-macam Suku dan Bangsa yang termasuk dalam Muluk ath-Thawaif
Adapun masa pemerintahan sesudah Hakam II ini dipenuhi konflik internal, perebutan kekuasaan yang mayoritas disebabkan masih belianya pemimpin selanjutnya. Hal ini pulalah yang menyebabkan munculnya kekuasaan baru yang didirikan Negara-negara kecill yang identik dengan Muluk Ath-thawaif. Masa ini bercirikan banyaknya pertentangan di mana dinasti yang kuat selalu menyerang tetangganya yang lemah dan kepemimpinan dinasti berasal dari berbagai macam suku bangsa dan golongan , adapun yang termasuk Muluk Ath-Thawaif antara lain:    
No
Nama Golongan
Lokasi
Tahun memerintah
1
Bani hammud
Mallaga
400-449/1010-1057
2
Bani Abbad
Sevilla
414-484/1023-1091
3
Bani Ziri
Granada
403-483/1012-1090
4
Bani Yahya
Niebla
414-443/1023-1051
5
Bani Muzayin
Algarve
419-444/1028-1053
6
Bani Razin
La sahla
402-500/1011-1107
7
Bani Qosim
Alpunte
420-485/1029-1092
8
Bani Jahwar
Cordoba
422-461/1031-1069
9
Bani al-Aftas
Badajoz
413-487/1022-1094
10
Bani Zun Nun
Toledo
419-478/1028-1085
11
Bani Amir
Valencia
412-489/1021-1096
12
Bani Sumadih
Almeria
430-480/1039-1087
13
Bani at-Tujbi
Zaragoza
410-536/1019-1142
14
Bani Mujahid
Majorca
413-601/1022-1205

Namun demikian kemunduran Muluk Thawaif selain faktor internal-saling menyerang antar suku dan pengkhianatan-juga adanya faktor eksternal yaitu serangan dinasti Murabithun. Dengan runtuhnya Muluk Thawaif, maka kepemimpinan berada di tangan Murabithun dan Muwahidun. [4]
Ø     Otonomi Raja-raja Kecil (Muluk Al-thawaif) di Spanyol
Lebih kurang 50 tahun  menjelang keruntuhan Dinasti Amawiyah II spanyol, merupakan masa-masa fragmentasi politik. Sekalipun demikian kecemerlangan cultural terus menunjukkan aktivitasnya, terbukti dengan munculnya sejumlah karya intelektual seperti filsafat, sastra, hukum, kedokteran, seni, arsitektur, dan sebagainya. Sejumlah dinasti lokalyang secara umum membentuk kekuatan politik Negara-kota (metro-polish) dan sebagian yang lainnya betul-betul menunjukkan kekuatannya.[5]
Dinasti-dinasti lokal ini terdiri dari berbagai ras yang mencerminkn kemajemukan kelas-kelas militer, serta persaingan etnis dan kelompok-kelompok sosial yang sebenarnya sejak awal kemunculan Amawiyah II di wilayah ini pun sudah sering menunjukkan gejala-gejala persaingannya. Akan tetapi, karena Amawiyah II di bawah kendali Al-Dakhil tahun 756 M sangat kuat, potensi dan ambisi mereka bisa di padamkan. Untuk selanjutnya, menjelang akhir kepemimpinannya yang agak misterius, dimana kekhalifahan Amawiyah II mengalami jatuh bangun, terutama menjelang tahun 1031 M, periode perpecahan politik ini pun mulai bermunculan kembali. Potert serupa untuk Kawasan Dunia Timur di Bagda, ketika para khalifah mulai melemah ditunjukkan pula dengan lahirnya sejumlah daulat-daulat kecil yang merdeka (al-duwailaat).
Muluk Al-Thawaif di Spanyol, sebagian mencerminkan Arag asli seperti Abbadiyah (1013-1091 M) di sevilla dan Hudiyyah (1039-1142 M) di Saragosa. Barbar seperti Miknasa Afthasiyyah (1022-1094 M) di badajos, Hawwarah Dzununiyah (1028-1085 M) di Toledo dan Hammudiyah (1016-1035 M) di Malaga. Sebagian lain dari Afrika yang migrasi sekitar abad ke-10 M serperti Sanhaja Berber Ziriyyah di Elvira, kelompok Amiriyah dan Al-Manshuriyyah (1021-1096 M) di Valenci. Tempat-tempat tertentu di Tenggara seperti Tortosa, Denia dan sebelumnya juga di Valencia, para militer keturunan Shaqlaby berkuasa untuk beberapa lama di daerah-daerah tersebut.[6]

            Sebagian besar dari mereka menjalankan agresivitasnya dengan cara-cara mengabaikan kesatuan sesama muslim, dan dengan mengorbankan tetangga-tetangga mereka sendiri. Abbadiyah misalnya, dalam rangka mengembangkan sayap kekuasaannya, tidak segan-segan menduklung kembali Hisyam Al-Muayyad II khalifah yang sudah digantikan untuk memimpin kembali. Bahkan ada sebagian kelompok meminta pertolongan kepada kerajaan Kristen, Alfonso VI untuk menyerang kelompok muslim lainnya.[7]
Ø      Beberapa Dinasti yang termasuk dalam al-Muluk al-Thawaif
            Sejak Hisham II berkuasa, para pembesar istana memainkan peranan semena-semena. Sebab khalifah masih kecil dalam memimpin kekuasaan. Tanpa di sadari muncullah dinasti-dinasti kecil yang menyatakan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari kekuasaan pusat, Cordova. Saat itu salah satu orang yang mendukung Hisham menjadi Khalifah adalah Abdul hazam ibn Jauhar. Akan tetapi, di kemudian hari ia melawannya, karena khalifah tidak memiliki kuasa akibat pengaruh penggawa istana yang lain. Selain itu kekuasaan yang absolut dan sakral menjadikan istana bertanda semena-semena terhadap rakyat.[8]
             Hal inilah yang mengilhami berdirinya al-Muluk al-Thawaif, termasuk berdirinya sebuah republik. Saat itulah Abdul hazam melahirkan dinasti baru, Banu Jahwar (1031-1070 M), sekaligus menjadi Presiden Republik Cordova (Rahman, 1999: 158-159). Sebelumnya di Malaga dan Algesiras berdiri Dinasti Banu Hammud (1010-1057 M), sedangkan di Granada juga berdiri Dinasti Banu Dziri. Selanjutnya berdirilah penguasa Slave Ruler di Murcia, Denia, dan Kepulauan Balear (1013-1115 M).
            Kemudian Banu Hud di Saragosa (1010-1118 M). Juga terdapat dinasti baru, Banu Dzu al-Nun (1035-1085 M) di Toledo dan Banu ‘Abbad (1023-1091 M). Di Seville semasa Ibnu ‘Abbad, penguasa yang terkenal adalah Muhammad II, seorang ilmuwan dalam bidang kesusastraan dan puisi.Ia lebih suka membuat puisi dan tanggal di istana. Muhammad II mencintai istrinya yang bernama Itimat Rumakiah, yang juga sebagai seorang budayawan. Istana Seville ia jadikan kebun ilmuan dan budayawan. Meskipun priode ini maju, namun tentaranya kalah dalam menghadapi serangan Kristen akhirnya, seluruh Andalusia jatuh ketangan orang asing. Meskipun dinasti-dinasti tersebut berdiri sendiri dan mereka, akan tetapi ilmu pengetahuan tetap berkembang dengan pesat. Dengan demikian, semakin memperlemah kedudukan islam diandalusia. Oleh karena itu, selang beberapa waktu selang beberapa waktu masuklah kekuatan dari afrika utara.[9]      
Ø                  Beberapa Penguasa yang terkait dalam Muluk al-Thawaif
            Setelah kekhalifahan Umayyah berkhir di Spanyol, muncullah negara-negera kecil yang terus – menerus betikai dalam perang saudara, kemudian mereka dikalahkan  oleh dua dinasti Barbar dari Maroko, dan sebagian lagi negara-negara kecil menyerah pada kekuasaan Kristen yang tengah bangkit di utara.[10]
            Sebelum riwayat dinasti Umayyah hilang dari Spanyol muncullah penguasa-penguasa baru diantaranya :
1. Bani Hamudiyyah yang memproklamirkan sebagai penguasa yang berkuasa di Malaga dan Algeciras antara tahun 1010 – 1057. Pendirinya adalah ‘Ali ibn Hammid tahun 1016 – 1018, yang dari namanya ia menghubungkan garis keturunannya kepada menantu Rasulullah   ( ‘Ali bin Abi Tholib ), tetapi ia sebagai gubernur Ceuta dan Tangier sampai akhirnya ia memproklamirkan sebagai khlaifah di Kordoba. Ia juga menaklukan Malaga dan Algeciras. Dinasti ini bertahan sampai delapan keturunan sampai tahun 1057. Sebelum akhirnya direbut kembali oleh Hisyam III alias al-Mu’tamad dari dinasti Umayyah. Tapi dinasti ini tidak bertahan lama dalam situasi yang kacau, pada akhirnya dibentuklah dewan yang diketuai oleh Abu Hazm ibn Jahwar yang menghapus kekhalifahan Umayyah di Spanyol.
2. Dinasti ‘Abbadiyyah, dinasti ini didirikan oleh Muhammad ibn Abbad 1023 – 1042, yang berkuasa di Seville, kemudian kekuasaannya meluas sampai ke Toledo. Pada masa raja Mu’tamid  dinasti ‘Abbadiyyah meminta bantuan kepada penguasa Murabithun di Maroko untuk menghadapi pasukan Kristen ( pasukan Al Fonso VI ) di Spanyol. Tapi sayang setelah pasukan Murabithun berhasil mengalahkan pasukan AlFonso VI, tak lama kemudian malah menyerang dan menguasai dinasti ‘Abbadiyyah, maka berakhirlah dinasti ‘Abadiyyah di tangan sekutunya sendiri pada tahun 1091.
      3. Afthasiyyah atau Banu Maslama, dinasti ini didirikan oleh Abdullah Al-Mansyur tahun 1022 – 1045 yang berkuasa di Badajos. Pada pemerintahan yang ke 3 yaitu masa Umar Al-Mutawakkil 1068 – 1094 bersedia bekerja sama dengan orang Kristen ( pasukan Al Fonso IV ) dengan menyerahkan daerahnya yaitu Leon dan Castile  untuk menyerang dan menaklukan kerajaan Islam lainnya yaitu Al-Murawiyyah. Sungguh menyedihkan sesama dinasti Islam tidak bersatu malah bekerja sama dengan Kristen untuk menguasai dinasti Islam lainnya.
      4. Jahwariyyah, dinasti ini didirikan oleh Jahwar tahun 1031 – 1041 yang berkuasa di Cordoba, dinasti ini bertahan sampai 1069 dengan penguasanya yang terakhir  Abdul Malik.
     5. Dzun Nuniyyah, didirikan oleh Abdur Rahman ibn Dzin Nun dengan wilayah kekuasaan di Toledo tahun 1028 , dinasti ini bertahan sampai tahun 1085 dengan raja terakhir Yahya Al-Qadir 1085  setelah ditalukkan oleh pasukan AlFonso VI.
      6. ‘Amiriyyah di Valencia 1021 – 1096, didirikan oleh Abdul Aziz Al-Mansyur 1021- 1061. Dinasti dipimpin sampai enam generasi sampai akhirnya ditaklukan pada masa Al Qadhi’ Ja’far tahun 1096 oleh Al Murawiyyah.
            Itulah sebagian di antara kerajaan – kerajaan kecil di Spanyol yang saling berperang sesama kerajaan Islam yang akhirnya mereka ditumpas oleh pasukan Kristen atau oleh pasukan lain dari luar Spanyol, seperti Murabithun yang datang ke Spanyol atas undangan raja ‘Abadiyyah, yang akhirnya menguasai sebagian besar wilayah Spanyol.







Berdasarkan cerita diatas, munculnya Muluk Ath-Thawaif, pada saat Hisham II berkuasa, para pembesar istana memainkan peranan semena-semena. Sebab khalifah masih kecil dalam memimpin kekuasaan. Tanpa di sadari muncullah dinasti-dinasti kecil yang menyatakan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari kekuasaan pusat, Cordova. Saat itu salah satu orang yang mendukung Hisham menjadi Khalifah adalah Abdul hazam ibn Jauhar. Akan tetapi, di kemudian hari ia melawannya, karena khalifah tidak memiliki kuasa akibat pengaruh penggawa istana yang lain. Selain itu kekuasaan yang absolut dan sakral menjadikan istana bertanda semena-semena terhadap rakyat.                     
Adapun beberapa dinasti dan penguasa yang termasuk dalam Muluk Al-Thawaif di Spanyol, sebagian mencerminkan Arag asli seperti Abbadiyah (1013-1091 M) di sevilla dan Hudiyyah (1039-1142 M) di Saragosa. Barbar seperti Miknasa Afthasiyyah (1022-1094 M) di badajos, Hawwarah Dzununiyah (1028-1085 M) di Toledo dan Hammudiyah (1016-1035 M) di Malaga. Sebagian lain dari Afrika yang migrasi sekitar abad ke-10 M serperti Sanhaja Berber Ziriyyah di Elvira, kelompok Amiriyah dan Al-Manshuriyyah (1021-1096 M) di Valenci. Tempat-tempat tertentu di Tenggara seperti Tortosa, Denia dan sebelumnya juga di Valencia, para militer keturunan Shaqlaby berkuasa untuk beberapa lama di daerah-daerah tersebut, dan akhirnya dinasti-dinasti kecil tersebut di tumpas oleh orang-orang Kristen atau pasukan lain dari luar spanyol seperti Murabhitun, yang akhirnya menguasai spanyol.









Daftar Pustaka

Supriyadi Dedi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Abubakar Istanah, 2008, Sejarah Perdaban Islam, Malang: UIN-Malang Press.
Tohir Ajid, 2004, Perkembangan peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada.
Amin Samsul Munir, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah
Karim M. Abdul, 2009, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Pubisher,











































[1]Dedi supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, halm: 125
[2]Ibid
[3]Ibid, halm; 126
[4]Istianah abubakar, 2008, Sejarah Perdaban Islam, Malang: UIN-Malang Press, Halm: 112
[5]Ajid Tohir, 2004, Perkembangan peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, Halm; 79
  
[6]Ibid, halm; 80
[7]Ibid, halm
8Samsul Munir Amin, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, Halm: 117
[9]M. Abdul Karim, 2009, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Pubisher, Halm: 79