oleh ; Kurniati
post; Iqsan
Munculnya Muluk Ath-Thawaif (dinasti-dinasti kecil), di
karenakan pada saat terjadinya kemunduran islam di spanyol, karena pada saat
itu kekuatan para khalifah terpecah-pecah dan melemah, dengan peluang inilah
para penguasa provinsi pusat mempertahankan eksistensinya dengan cara membentuk
dinasti-dinasti kecil, yang di bantu oleh orang-orang Kristen.
Muluk
Al-Thawaif di Spanyol, sebagian mencerminkan Arag asli seperti Abbadiyah
(1013-1091 M) di sevilla dan Hudiyyah (1039-1142 M) di Saragosa. Barbar seperti
Miknasa Afthasiyyah (1022-1094 M) di badajos, Hawwarah Dzununiyah (1028-1085 M)
di Toledo dan Hammudiyah (1016-1035 M) di Malaga. Sebagian lain dari Afrika
yang migrasi sekitar abad ke-10 M serperti Sanhaja Berber Ziriyyah di Elvira,
kelompok Amiriyah dan Al-Manshuriyyah (1021-1096 M) di Valenci. Tempat-tempat
tertentu di Tenggara seperti Tortosa, Denia dan sebelumnya juga di Valencia,
para militer keturunan Shaqlaby berkuasa untuk beberapa lama di daerah-daerah
tersebut.
Sebagian besar dari mereka menjalankan agresivitasnya dengan
cara-cara mengabaikan kesatuan sesame muslim, dan dengan mengorbankan
tetangga-tetangga mereka sendiri. Abbadiyah misalnya, dalam rangka
mengembangkan sayap kekuasaannya, tidak segan-segan menduklung kembali Hisyam
Al-Muayyad II khalifah yang sudah digantikan untuk memimpin kembali. Bahkan ada
sebagian kelompok meminta pertolongan kepada kerajaan Kristen, Alfonso VI untuk
menyerang kelompok muslim lainnya
A. Munculnya Muluk Ath-Thawaif
Munculnya Muluk Ath-Thawaif (dinasti-dinasti kecil). Secara
politis telah menjadi indikasi akan kemunduran islam di Spanyol, karena dengan
terpecahnya kekuasan khalifah menjadi dinasti-dinasti kecil, kekuatan pun
terpecah-pecah dan lemah. Keadan ini membuka peluang bagi penguasa provinsi
pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-masing dinasti menggerakkan
segala daya upaya termasuk meminta bantuan orang-orang Kristen.[1]
Melemahnya kekuasaan islam secara politis telah dibaca oleh
orang-orang Kristen dan tak disia-siakan oleh pihak musuh untuk menyerang
imperium tersebut, pada tahun 1080 M. Al-Fonso dengan tiga kerajaan Kristen (
Galacia, Leon, Castile ) berhasil menguasai Toledo dan bani Dzu An-Nur.
Demikian juga, kerajaan Kristen Aragon berhasil merebut Huesea (1096 M), Saragosa (1118 M), Tyortosa (1148 M), dan
Kenida (1149 M).
Pada tahun 1212 M, penaklukan Las Navas De Tolosa oleh
koalisasi raja-raja Kristen mengakibatkan Dinasti Al-Muhawiddin yang selama
beberapa waktu telah memulihkan keamanan Negara, stabilitas politik, dan
lain-lain harus menraik diri dari Spanyol. Sebagian besar kota penting yang
dikuasai Islam satu per satu jatuh ke pihak Kristen. Crodova jatuh tahun 1236
M, dan Seville pada tahun 1248 m.[2]
Pada pertengahan abad ke-13, satu-satunya kota penting yang
masih dikuasai Islam adalah Granada di bawah pemerintahan Gani Ahmar. Awalnya,
orang-orang Kristen membiarkan Dinasti Ahmar di Granada tetap eksis dengan
persetujuan bahwa orang muslim harus membayar pajak pada penguasa Kristen. Akan
tetapi, setelah terjadi perselisihan antara mereka dan telah bersatunya
orang-orang Kristen, proyek kekuasan Dinasti Ahmar menjadi gelap. Di pihak lain
terjadi konflik internal di tubuh Ahmar, yakni perebutan kekuasaan yang
berakhir perang saudara dan dinasti menjadi terpecah. Sejak saat itu, kekuatan
islam semakin lemah dan semakin mempercepat tamatnya riwayat umat Islam
Spanyol. Pada tahun 1942, satu-satunya wilayah Islam di Spanyol akhirnya jatuh
ke tangan orang Kristen .
Setelah penaklukan Granada, orang-orang islam mengalami
nasib yang sangat menyedihkan. Pada tahun 1556, penguasa Kristen melarang
pakaian Arab dan Islam di seluruh wilayah Spanyol, bahkan pada tahun 1556,
bahasa arab tidak boleh di gunakan wilayah ini.[3]
Ø
Macam-macam
Suku dan Bangsa yang termasuk dalam Muluk ath-Thawaif
Adapun
masa pemerintahan sesudah Hakam II ini dipenuhi konflik internal, perebutan
kekuasaan yang mayoritas disebabkan masih belianya pemimpin selanjutnya. Hal
ini pulalah yang menyebabkan munculnya kekuasaan baru yang didirikan
Negara-negara kecill yang identik dengan Muluk Ath-thawaif. Masa ini bercirikan
banyaknya pertentangan di mana dinasti yang kuat selalu menyerang tetangganya
yang lemah dan kepemimpinan dinasti berasal dari berbagai macam suku bangsa dan
golongan , adapun yang termasuk Muluk Ath-Thawaif antara lain:
No
|
Nama Golongan
|
Lokasi
|
Tahun memerintah
|
1
|
Bani hammud
|
Mallaga
|
400-449/1010-1057
|
2
|
Bani Abbad
|
Sevilla
|
414-484/1023-1091
|
3
|
Bani Ziri
|
Granada
|
403-483/1012-1090
|
4
|
Bani Yahya
|
Niebla
|
414-443/1023-1051
|
5
|
Bani Muzayin
|
Algarve
|
419-444/1028-1053
|
6
|
Bani Razin
|
La sahla
|
402-500/1011-1107
|
7
|
Bani Qosim
|
Alpunte
|
420-485/1029-1092
|
8
|
Bani Jahwar
|
Cordoba
|
422-461/1031-1069
|
9
|
Bani al-Aftas
|
Badajoz
|
413-487/1022-1094
|
10
|
Bani Zun Nun
|
Toledo
|
419-478/1028-1085
|
11
|
Bani Amir
|
Valencia
|
412-489/1021-1096
|
12
|
Bani Sumadih
|
Almeria
|
430-480/1039-1087
|
13
|
Bani at-Tujbi
|
Zaragoza
|
410-536/1019-1142
|
14
|
Bani Mujahid
|
Majorca
|
413-601/1022-1205
|
Namun demikian kemunduran Muluk Thawaif selain faktor
internal-saling menyerang antar suku dan pengkhianatan-juga adanya faktor
eksternal yaitu serangan dinasti Murabithun. Dengan runtuhnya Muluk Thawaif,
maka kepemimpinan berada di tangan Murabithun dan Muwahidun. [4]
Ø
Otonomi
Raja-raja Kecil (Muluk Al-thawaif) di Spanyol
Lebih kurang 50 tahun menjelang keruntuhan Dinasti Amawiyah II
spanyol, merupakan masa-masa fragmentasi politik. Sekalipun demikian
kecemerlangan cultural terus menunjukkan aktivitasnya, terbukti dengan
munculnya sejumlah karya intelektual seperti filsafat, sastra, hukum,
kedokteran, seni, arsitektur, dan sebagainya. Sejumlah dinasti lokalyang secara
umum membentuk kekuatan politik Negara-kota (metro-polish) dan sebagian yang
lainnya betul-betul menunjukkan kekuatannya.[5]
Dinasti-dinasti lokal ini terdiri dari berbagai ras yang
mencerminkn kemajemukan kelas-kelas militer, serta persaingan etnis dan
kelompok-kelompok sosial yang sebenarnya sejak awal kemunculan Amawiyah II di
wilayah ini pun sudah sering menunjukkan gejala-gejala persaingannya. Akan
tetapi, karena Amawiyah II di bawah kendali Al-Dakhil tahun 756 M sangat kuat,
potensi dan ambisi mereka bisa di padamkan. Untuk selanjutnya, menjelang akhir
kepemimpinannya yang agak misterius, dimana kekhalifahan Amawiyah II mengalami
jatuh bangun, terutama menjelang tahun 1031 M, periode perpecahan politik ini
pun mulai bermunculan kembali. Potert serupa untuk Kawasan Dunia Timur di
Bagda, ketika para khalifah mulai melemah ditunjukkan pula dengan lahirnya
sejumlah daulat-daulat kecil yang merdeka (al-duwailaat).
Muluk Al-Thawaif di Spanyol, sebagian mencerminkan Arag asli
seperti Abbadiyah (1013-1091 M) di sevilla dan Hudiyyah (1039-1142 M) di
Saragosa. Barbar seperti Miknasa Afthasiyyah (1022-1094 M) di badajos, Hawwarah
Dzununiyah (1028-1085 M) di Toledo dan Hammudiyah (1016-1035 M) di Malaga.
Sebagian lain dari Afrika yang migrasi sekitar abad ke-10 M serperti Sanhaja
Berber Ziriyyah di Elvira, kelompok Amiriyah dan Al-Manshuriyyah (1021-1096 M)
di Valenci. Tempat-tempat tertentu di Tenggara seperti Tortosa, Denia dan
sebelumnya juga di Valencia, para militer keturunan Shaqlaby berkuasa untuk
beberapa lama di daerah-daerah tersebut.[6]
Sebagian
besar dari mereka menjalankan agresivitasnya dengan cara-cara mengabaikan
kesatuan sesama muslim, dan dengan mengorbankan tetangga-tetangga mereka
sendiri. Abbadiyah misalnya, dalam rangka mengembangkan sayap kekuasaannya,
tidak segan-segan menduklung kembali Hisyam Al-Muayyad II khalifah yang sudah
digantikan untuk memimpin kembali. Bahkan ada sebagian kelompok meminta
pertolongan kepada kerajaan Kristen, Alfonso VI untuk menyerang kelompok muslim
lainnya.[7]
Ø
Beberapa Dinasti yang termasuk dalam al-Muluk
al-Thawaif
Sejak
Hisham II berkuasa, para pembesar istana memainkan peranan semena-semena. Sebab
khalifah masih kecil dalam memimpin kekuasaan. Tanpa di sadari muncullah
dinasti-dinasti kecil yang menyatakan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari
kekuasaan pusat, Cordova. Saat itu salah satu orang yang mendukung Hisham
menjadi Khalifah adalah Abdul hazam ibn Jauhar. Akan tetapi, di kemudian hari
ia melawannya, karena khalifah tidak memiliki kuasa akibat pengaruh penggawa
istana yang lain. Selain itu kekuasaan yang absolut dan sakral menjadikan istana
bertanda semena-semena terhadap rakyat.[8]
Hal inilah yang mengilhami berdirinya al-Muluk
al-Thawaif, termasuk berdirinya sebuah republik. Saat itulah Abdul hazam
melahirkan dinasti baru, Banu Jahwar (1031-1070 M), sekaligus menjadi Presiden
Republik Cordova (Rahman, 1999: 158-159). Sebelumnya di Malaga dan Algesiras
berdiri Dinasti Banu Hammud (1010-1057 M), sedangkan di Granada juga berdiri
Dinasti Banu Dziri. Selanjutnya berdirilah penguasa Slave Ruler di Murcia,
Denia, dan Kepulauan Balear (1013-1115 M).
Kemudian
Banu Hud di Saragosa (1010-1118 M). Juga terdapat dinasti baru, Banu Dzu al-Nun
(1035-1085 M) di Toledo dan Banu ‘Abbad (1023-1091 M). Di Seville semasa Ibnu
‘Abbad, penguasa yang terkenal adalah Muhammad II, seorang ilmuwan dalam bidang
kesusastraan dan puisi.Ia lebih suka membuat puisi dan tanggal di istana.
Muhammad II mencintai istrinya yang bernama Itimat Rumakiah, yang juga sebagai
seorang budayawan. Istana Seville ia jadikan kebun ilmuan dan budayawan.
Meskipun priode ini maju, namun tentaranya kalah dalam menghadapi serangan
Kristen akhirnya, seluruh Andalusia jatuh ketangan orang asing. Meskipun
dinasti-dinasti tersebut berdiri sendiri dan mereka, akan tetapi ilmu
pengetahuan tetap berkembang dengan pesat. Dengan demikian, semakin memperlemah
kedudukan islam diandalusia. Oleh karena itu, selang beberapa waktu selang
beberapa waktu masuklah kekuatan dari afrika utara.[9]
Ø
Beberapa Penguasa yang terkait dalam Muluk
al-Thawaif
Setelah
kekhalifahan Umayyah berkhir di Spanyol, muncullah negara-negera kecil yang
terus – menerus betikai dalam perang saudara, kemudian mereka dikalahkan
oleh dua dinasti Barbar dari Maroko, dan sebagian lagi negara-negara kecil
menyerah pada kekuasaan Kristen yang tengah bangkit di utara.[10]
Sebelum
riwayat dinasti Umayyah hilang dari Spanyol muncullah penguasa-penguasa baru
diantaranya :
1. Bani
Hamudiyyah yang memproklamirkan sebagai penguasa yang berkuasa di Malaga
dan Algeciras antara tahun 1010 – 1057. Pendirinya adalah ‘Ali ibn Hammid tahun
1016 – 1018, yang dari namanya ia menghubungkan garis
keturunannya kepada menantu Rasulullah ( ‘Ali bin Abi Tholib ),
tetapi ia sebagai gubernur Ceuta dan Tangier sampai akhirnya ia memproklamirkan
sebagai khlaifah di Kordoba. Ia juga menaklukan Malaga dan Algeciras.
Dinasti ini bertahan sampai delapan keturunan sampai tahun 1057. Sebelum
akhirnya direbut kembali oleh Hisyam III alias al-Mu’tamad dari dinasti
Umayyah. Tapi dinasti ini tidak bertahan lama dalam situasi yang kacau, pada
akhirnya dibentuklah dewan yang diketuai oleh Abu Hazm ibn Jahwar yang
menghapus kekhalifahan Umayyah di Spanyol.
2. Dinasti
‘Abbadiyyah, dinasti ini didirikan oleh Muhammad ibn Abbad 1023 –
1042, yang berkuasa di Seville, kemudian kekuasaannya meluas sampai ke Toledo.
Pada masa raja Mu’tamid dinasti ‘Abbadiyyah meminta bantuan
kepada penguasa Murabithun di Maroko untuk menghadapi pasukan Kristen
( pasukan Al Fonso VI ) di Spanyol. Tapi sayang setelah pasukan Murabithun
berhasil mengalahkan pasukan AlFonso VI, tak lama kemudian malah menyerang dan
menguasai dinasti ‘Abbadiyyah, maka berakhirlah dinasti ‘Abadiyyah
di tangan sekutunya sendiri pada tahun 1091.
3. Afthasiyyah atau Banu Maslama,
dinasti ini didirikan oleh Abdullah Al-Mansyur tahun 1022 – 1045 yang berkuasa
di Badajos. Pada pemerintahan yang ke 3 yaitu masa Umar Al-Mutawakkil 1068 –
1094 bersedia bekerja sama dengan orang Kristen ( pasukan Al Fonso IV ) dengan
menyerahkan daerahnya yaitu Leon dan Castile untuk menyerang dan
menaklukan kerajaan Islam lainnya yaitu Al-Murawiyyah. Sungguh
menyedihkan sesama dinasti Islam tidak bersatu malah bekerja sama dengan
Kristen untuk menguasai dinasti Islam lainnya.
4.
Jahwariyyah, dinasti ini
didirikan oleh Jahwar tahun 1031 – 1041 yang berkuasa di Cordoba, dinasti ini
bertahan sampai 1069 dengan penguasanya yang terakhir Abdul Malik.
5. Dzun Nuniyyah, didirikan oleh
Abdur Rahman ibn Dzin Nun dengan wilayah kekuasaan di Toledo tahun 1028 ,
dinasti ini bertahan sampai tahun 1085 dengan raja terakhir Yahya Al-Qadir
1085 setelah ditalukkan oleh pasukan AlFonso VI.
6. ‘Amiriyyah di Valencia 1021 – 1096, didirikan oleh Abdul Aziz Al-Mansyur
1021- 1061. Dinasti dipimpin sampai enam generasi sampai akhirnya ditaklukan
pada masa Al Qadhi’ Ja’far tahun 1096 oleh Al Murawiyyah.
Itulah
sebagian di antara kerajaan – kerajaan kecil di Spanyol yang saling berperang
sesama kerajaan Islam yang akhirnya mereka ditumpas oleh pasukan Kristen atau
oleh pasukan lain dari luar Spanyol, seperti Murabithun yang datang ke
Spanyol atas undangan raja ‘Abadiyyah, yang akhirnya menguasai
sebagian besar wilayah Spanyol.
Berdasarkan cerita diatas, munculnya Muluk Ath-Thawaif,
pada saat Hisham II berkuasa, para pembesar istana
memainkan peranan semena-semena. Sebab khalifah masih kecil dalam memimpin
kekuasaan. Tanpa di sadari muncullah dinasti-dinasti kecil yang menyatakan
kemerdekaannya dan melepaskan diri dari kekuasaan pusat, Cordova. Saat itu
salah satu orang yang mendukung Hisham menjadi Khalifah adalah Abdul hazam ibn
Jauhar. Akan tetapi, di kemudian hari ia melawannya, karena khalifah tidak
memiliki kuasa akibat pengaruh penggawa istana yang lain. Selain itu kekuasaan
yang absolut dan sakral menjadikan istana bertanda semena-semena terhadap
rakyat.
Adapun beberapa dinasti dan penguasa yang termasuk dalam Muluk
Al-Thawaif di Spanyol, sebagian mencerminkan Arag asli seperti Abbadiyah
(1013-1091 M) di sevilla dan Hudiyyah (1039-1142 M) di Saragosa. Barbar seperti
Miknasa Afthasiyyah (1022-1094 M) di badajos, Hawwarah Dzununiyah (1028-1085 M)
di Toledo dan Hammudiyah (1016-1035 M) di Malaga. Sebagian lain dari Afrika
yang migrasi sekitar abad ke-10 M serperti Sanhaja Berber Ziriyyah di Elvira,
kelompok Amiriyah dan Al-Manshuriyyah (1021-1096 M) di Valenci. Tempat-tempat
tertentu di Tenggara seperti Tortosa, Denia dan sebelumnya juga di Valencia,
para militer keturunan Shaqlaby berkuasa untuk beberapa lama di daerah-daerah
tersebut, dan akhirnya dinasti-dinasti kecil tersebut di tumpas oleh
orang-orang Kristen atau pasukan lain dari luar spanyol seperti Murabhitun,
yang akhirnya menguasai spanyol.
Daftar Pustaka
Supriyadi Dedi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung:
Pustaka Setia.
Abubakar Istanah, 2008, Sejarah Perdaban Islam, Malang:
UIN-Malang Press.
Tohir Ajid, 2004, Perkembangan peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta; PT Raja
Grafindo Persada.
Amin Samsul Munir, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah
Karim M. Abdul, 2009, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Pubisher,
[1]Dedi supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung:
Pustaka Setia, halm: 125
[2]Ibid
[3]Ibid, halm; 126
[4]Istianah abubakar, 2008, Sejarah Perdaban Islam, Malang:
UIN-Malang Press, Halm: 112
[5]Ajid Tohir, 2004, Perkembangan peradaban di Kawasan Dunia
Islam, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, Halm; 79
[6]Ibid, halm; 80
[7]Ibid, halm
[9]M. Abdul
Karim, 2009, Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Pubisher, Halm: 79